Dari 30 Jadi 3.904 Lembaga Pengguna, Integrasi Data Nasional Sudah Berjalan

infobumi.com, Jakarta – Sejak berdiri pada 2001 dan efektif bekerja tahun 2002, Ditjen Dukcapil Kemendagri kini masuk era Generasi II karena melahirkan data-data kependudukan. Saat masih Generasi I, Dukcapil hanya melahirkan dokumen kependudukan.

Pada Webinar tentang Kedudukan dan Fungsi Adminduk dan Catatan Sipil dalam Administrasi Negara RI yang digelar oleh Magister Ilmu Administrasi Universitas Khrisnadwipayana, Sabtu (25/9/2021), Dirjen Dukcapil Prof. Zudan Arif Fakrulloh membeberkan untuk apa data kependudukan sebanyak lebih 272 juta penduduk _by name by adress_ di data _ware house_ (DWH) Dukcapil.

Dalam DWH Dukcapil tercatat, jumlah penduduk lelaki sebanyak 137 juta dan perempuan 134 juta. Sebaran terbesar di Provinsi Jabar dengan 47 juta penduduk. Provinsi terkecil di Kaltara, dengan penduduk 692 ribu.

Kabupaten dengan penduduk terbesar tercatat ada di Kabupaten Bogor dengan 5,2 juta penduduk. Jumlah ini hampir sama dengan Provinsi NTT atau Provinsi Aceh. Sedangkan penduduk paling sedikit ada di Kabupaten Supiori.

Penduduk wajib KTP-el 198,6 juta, yang sudah membuat KTP-el 195,6 juta jiwa atau 98,50 persen. Kurang sekitar 3 juta penduduk yang belum punya KTP-el di tahun 2021.

Baca Juga:  Direktorat Pol PP dan Linmas Kemendagri Beserta Satpol PP Provinsi Jawa Barat Berikan Bansos dan Patroli Prokes Jabar

“Nanti di 2022 penduduk Indonesia akan bertambah lagi bisa 4-5 juta penduduk. Biasanya penduduk yang berusia 17 tahun per tahun bertambah 4 jutaan. Inilah yang terus dikelola oleh Ditjen Dukcapil,” kata Prof. Zudan.

Dengan data kependudukan yang terus berubah, maka sistem administrasi negara ikut terus dibenahi, antara lain dengan digitalisasi menuju era satu data.

Semangat satu data kependudukan sudah diimplementasikan. “Sebetulnya satu data nasional, berawal sejak 2006 melalui Pasal 13 UU Adminduk No. 23 Tahun 2006. Yakni menggunakan NIK sebagai basis data untuk penerbitan paspor, SIM, NPWP, polis asuransi, sertifikat tanah, dst,” kata Dirjen Zudan.

Data kependudukan ini mulai diintegrasikan sejak tahun 2013, dipelopori oleh 10 lembaga. Selama 2013 hingga 2015 Zudan mengakui pemanfaatan data berjalan lambat. Di 2015 baru 30 lembaga yang bekerja sama memanfaatkan data Dukcapil.

Saat ini sudah ada 3.904 lembaga yang bekerja sama memanfaatkan data Dukcapil dan mengintegrasikan data. Terdiri 2.178 kementerian/lembaga di pusat yang telah menandatangan perjanjian kerja sama (PKS), dan 1.726 organisasi pemerintah daerah (OPD) yang telah menantangani PKS menggunakan data _ware house_ terpusat.

Baca Juga:  Untuk Menjaga Netralitas ASN Pada Pilkada 2020, Mendagri Telah Menolak 4.156 Usulan Mutasi

Selanjutnya, Dukcapil terus memasifkan dan mendorong semangat untuk berbagi pakai data. Semangat 1 satu data yang sudah ada di 2006 diimplementasikan sejak 2013 melalui UU. 24/2013.

“Lahirlah paradigma baru dalam tata kelola pemerintahan Indonesia. Data penduduk tercatat di database secara _by name by address_. Tinggal ketik NIK di _dashboard_ langsung muncul data penduduk yang bersangkutan,” katanya.

Dalam tata kelola pemerintahan, data Dukcapil digunakan dalam semua layanan publik. Misalnya, untuk membuka rekening bank di perbankan harus punya KTP-el.

Begitu juga mendaftar BPJS Kesehatan, BPJS Naker. Untuk perencanaan pembangunan, misalnya menghitung jumlah guru. Kemenkeu secara rutin menggunakan data Dukcapil untuk menghitung alokasi anggaran misalnya berapa DAU, DAK, pagu khusus, alokasi anggaran desa.

Data Dukcapil juga digunakan untuk demokratisasi dalam pelaksanaan Pilkades, Pilkada, hingga Pileg dan Pilpres. DP4 dari Dukcapil diverifikasi di lapangan bersama KPU dibantu Dinas Dukcapil.

Apakah data ini sudah sempurna? Zudan mengakui: Belum. “Salah satu problemnya penduduk Indonesia dibanding negara maju adalah kurang _aware_ dengan perpindahan domisili kependudukan. Banyak penduduk sudah pindah daerah, KTP-elnya belum diurus perubahan eleman datanya. KK nya masih di alamat yang lama. Saat menjual mobil tidak langsung dibaliknamakan, sehingga kalo ada tilang elektronik tagihannya jatuh ke pemilik lama. Dalam database Polantas datanya masih di pemilik yang lama,” Zudan menjelaskan.

Baca Juga:  Mendagri Tito Dianugerahi Gelar Adat Melayu Jambi

Kata kuncinya, kata Zudan, adalah _Single identity Number_, satu penduduk hanya boleh punya satu NIK. Dulu penduduk Indonesia bisa punya NIK lebih dari satu. Sekarang Dukcapil terus membersihkan data ganda seperti itu, dan ini belum selesai. _Cleansing_ data akan selesai ketika semua penduduk sudah memiliki KTP-el, terutama penduduk tua bukan yang umur 17 tahun. Masih banyak penduduk usia 27-30 tahun belum punya KTP-el, sehingga memungkinkan dia punya NIK lebih dari satu..

Bila semua penduduk sudah memiliki KTP-el maka NIK ganda akan diblokir, hanya digunakan NIK yang ada dalam KTP-el. Indonesia akan seperti negara maju mengadaptasi kebijakan kependudukan di AS dengan _social security number_ atau Jepang dengan _My Number._ Prinsipnya sama: NIK digunakan untuk semua keperluan.

Puspen Kemendagri

(Red)

Komentar