Mengungkap Dugaan Penyalahgunaan Kekuasaan di Era SBY, PDIP Tantang Pakar Hukum Buka-Bukaan

infobumi.com, Jakarta, 7 Juni – Teka-teki dugaan penyalahgunaan kekuasaan di era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) semakin memanas. Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto, menantang pakar hukum tata negara, Denny Indrayana, untuk membongkar fakta mengenai tindakan tersebut.

Dalam pidatonya di Rakernas PDIP hari ini, Hasto Kristiyanto mengklaim bahwa pemerintahan pada masa itu telah menggunakan kekuasaannya secara tidak wajar demi kepentingan elektoral. Menurut Hasto, suara partai tertentu berhasil meningkat hingga 300 persen akibat praktik penyalahgunaan kekuasaan tersebut.

“Mari, Pak Denny Indrayana, ungkapkan apa yang terjadi pada tahun 2009. Di sinilah terjadi penyalahgunaan kekuasaan secara besar-besaran demi kepentingan elektoral,” tegas Hasto.

Pernyataan Hasto muncul sebagai respons atas desakan Denny agar Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) melakukan hak angket untuk menyelidiki dugaan campur tangan pemerintah dalam proses hukum di Mahkamah Agung (MA). Denny bahkan menyatakan bahwa SBY layak untuk dimakzulkan karena campur tangan dalam pencalonan presiden.

Namun, Hasto menegaskan bahwa presiden dan wakil presiden memiliki legitimasi yang kuat karena dipilih langsung oleh rakyat. Oleh karena itu, presiden dan wakil presiden tidak dapat semena-mena dipecat.

Baca Juga:  Badan Litbang Kemendagri Sebut 58 Daerah Disclaimer Dalam Penilaian Indeks Inovasi Daerah, Ini Nama Daerahnya

“Mekanisme penggantian kepemimpinan tidaklah mudah, dan Bung Denny harus memahami sistem politik kita,” kata Hasto.

Tidak hanya itu, Hasto juga membalas sindiran Denny dengan menantangnya untuk mengungkapkan upaya campur tangan pemerintah pada 2009 yang mempengaruhi sistem pemilu dan menyebabkan suara partai politik meningkat drastis hingga 300 persen. Menurut Hasto, angka kenaikan tersebut tidak wajar, mengingat PDIP hanya mengalami kenaikan suara 1,8 persen dalam lima tahun.

“Pak Denny, saya ajak Anda untuk mengevaluasi pemilu tahun 2009, di mana instrumen negara digunakan sehingga ada partai politik yang mampu mencapai kenaikan suara 300 persen,” tandas Hasto.

Denny Indrayana, yang pernah menjabat sebagai Wakil Menteri Hukum dan HAM, kini mendorong pemakzulan terhadap Presiden Joko Widodo (Jokowi) atas dugaan campur tangan dalam Pemilihan Presiden (Pilpres). Ia menyebut bahwa tindakan Jokowi telah melanggar UUD 1945.

Baca Juga:  Tingkatkan Partisipasi Pemilih, Dukcapil Lakukan Perekaman KTP-el di Lapas dan Rutan

Dalam upayanya mengungkap dugaan penyalahgunaan kekuasaan, Denny Indrayana, mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM, menyampaikan serangkaian alasan yang mendorong pemakzulan terhadap Presiden Joko Widodo. Salah satunya adalah tuduhan bahwa Jokowi berusaha menghalangi Anies Baswedan, bakal calon presiden dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP), untuk maju dalam Pilpres 2024.

Denny mengajukan pertanyaan yang menarik dalam pernyataan tertulisnya, “Apakah ada tangan dan pengaruh kekuasaan Presiden Jokowi yang menggunakan KPK, Kejaksaan Agung, dan Kepolisian, untuk menjegal Anies Baswedan menjadi kontestan dalam Pilpres 2024?”

Desakan Denny tersebut mendapat respons tegas dari PDIP. Hasto Kristiyanto menekankan bahwa presiden dan wakil presiden memiliki legitimasi yang kuat karena dipilih oleh rakyat, dan pemecatan mereka tidak bisa dilakukan dengan mudah. Hasto juga mengajak Denny untuk melihat secara objektif evaluasi pemilu tahun 2009, yang diduga melibatkan campur tangan pemerintah dan menghasilkan lonjakan suara partai politik hingga 300 persen.

Perdebatan antara PDIP dan Denny Indrayana semakin memanaskan suasana politik di Indonesia. Masyarakat menantikan pengungkapan fakta-fakta yang dapat menjawab pertanyaan mengenai dugaan penyalahgunaan kekuasaan di masa lalu, sekaligus mengklarifikasi tuduhan campur tangan pemerintah yang terkait dengan Pilpres mendatang.

Baca Juga:  Mendagri Minta Pjs. Gubernur Kawal Pilkada yang Aman dari Covid-19

Sementara itu, pihak-pihak terkait, termasuk DPR, diharapkan untuk bertindak dengan bijak dalam menangani isu ini. Langkah-langkah seperti hak angket perlu dipertimbangkan dengan seksama untuk memastikan keadilan dan kebenaran terungkap, serta menjaga stabilitas politik negara.

Masyarakat Indonesia menginginkan proses politik yang transparan, akuntabel, dan berintegritas tinggi. Dalam konteks ini, pemimpin dan pakar hukum memiliki tanggung jawab untuk membawa kebenaran dan keadilan kepada publik, sehingga masyarakat dapat memiliki keyakinan yang kuat terhadap sistem politik dan hukum yang berlaku di negara ini.

Perjalanan kasus dugaan penyalahgunaan kekuasaan di era SBY serta tuduhan campur tangan pemerintah dalam proses politik terkini akan terus dikembangkan. Masyarakat dan pemangku kepentingan diharapkan dapat mengawal proses ini dengan bijaksana dan menjaga semangat demokrasi serta kepentingan nasional.

(Red)

Komentar